26 Februari 2012

Metode Pendidikan yang Baik Menuju Siswa yg Bermoral

Metode Pendidikan yang Baik Menuju Siswa yg Bermoral

APAKAH METODE PENDIDIKAN ITU?
Tidak dapat dipungkiri bahwa tingkah laku pelajar pada masa kini, sangat melenceng dari apa yang telah menjadi tuntutan seorang pelajar. Pelajar tidak hanya dianjurkan untuk menuntaskan pendidikan dengan nilai terbaik, namun harus dibarengi juga dengan sikap dan ahlak yang mulia, agar menjadi siswa yang bermoral dan berguna bagi nusa dan bangsa. Menjadi seorang pelajar, bukan serta-merta kita menuntut ilmu atau mencari pengetahuan dalam sekolah atau kampus saja, kita juga bisa mempelajari banyak hal lain dalam kehidupan bermasyarakat. Karena lingkungan juga mendukung kepribadian kita, dalam menentukan jalan hidup dan masa depan.
Berbicara tentang “Metode Pendidikan” berdasarkan pengetahuan yang saya dapatkan selama ini. Pendidikan adalah Gerbang untuk menuju suatu Keberhasilan, maka untuk membuka gerbang tersebut kita harus memiliki kunci untuk membukanya. Karena dalam pendidikanlah kita bisa menemukan jalan hidup, tujuan hidup dan untuk apa kita hidup. Oleh karena itu Pendidikan sangatlah penting bagi setiap manusia. Namun orang tua juga harus terlibat dan menjadi kunci dalam menunjang pendidikan anaknya dengan mengatahui apa yang dinamakan metode pendidikan tersebut.
Adapun metode pendidikan yang baik yaitu dapat didefinisikan dengan keterlibatan orang tua, yaitu orang tua yang penuh perhatian. Jika orang tua terlibat langsung dalam pendidikan anak-anak di sekolah, maka prestasi anak tersebut akan meningkat dan bermoral. Setiap siswa yang berhasil dan menamatkan pendidikan dengan hasil baik selalu memiliki orang tua yang selalu bersikap mendukung. Apa yang dapat dilakukan orang tua bagi anaknya setelah mereka memasuki pendidikan disekolah? Berdasarkan pengetahuan saya, berikut ini beberapa hal atau metode yang dilakukan orang tua, agar anaknya dapat berprestasi dan bermoral disekolah maupun dimasyarakat yaitu sebagai berikut:
1.      Dukungan penuh dari orang tua sangat menunjang keberhasilan seorang anak. Maksudnya orang tua sebaiknya memberi perhatian lebih kepada anak-anak mereka dan menanamkan kepada mereka nilai dan tujuan pendidikan.
2.      Sediakan waktu yang cukup atau lebih dan jadilah teman untuk anak anda. Jika anak pulang sekolah, biasanya mereka cukup stres dengan beban pekerjaan rumah, ulangan maupun problem lainnya. Dalam posisi inilah, orang tua harus terlibat langsung dan dapat meluangkan waktu untuk berbagi berbagai hal dalam permasalahan ini. Dan mencoba untuk membantu atau mencari solusi lainnya.
3.      Mengajari tentang Kemandirian. Karena kemandirian menjadikan anak mampu berinisiatif, bisa mengatasi hambatan/masalah yang dihadapinya, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan segala sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain.
4.      Orang tua sebaiknya menjalin kerja sama atau komunikasi yang baik dengan Guru. Karena, kalau timbul masalah-masalah gawat, barulah orang tua menghubungi guru anak-anak mereka. Dan orang tua juga diharapkan dapat berkomunikasi langsung dengan guru untuk perkembangan anak, baik secara fisik maupun emosional.
Memang harus kita akui, akhir-akhir ini tingkah laku pelajar begitu jauh dari budaya ketimuran yang dititipkan oleh nenek moyang kita dulu. Dan apa lagi, banyak video-video amatir yang menayangkan para pelajar kita (baik kekerasan fisik maupun perbuatan asusila).
Dan banyak diantara (oknum) generasi muda saat ini yang mudah emosi dan lebih mengutamakan otot dari pada akal pikiran.
Kita jarang (atau belum pernah) melihat demonstrasi yang santun dan tidak menggangu orang lain, baik kata-kata yang diucapkan dan prilaku yang ditampilkan. Kita juga kadang-kadang jadi ragu apakah demonstrasi yang dilakukan Mahasiswa murni untuk kepentingan rakyat atau pesanan sang pejabat.
Selain itu, berita-berita mengenai tindakan pencurian kendaraan baik roda dua maupun empat, penguna narkoba atau bahkan pengedar, pemerasan, pemerkosaan dan perampokan yang hampir setiap hari mewarnai tiap lini kehidupan di Negara kita tercinta ini sebagian besar dilakukan oleh “Oknum Golongan Terpelajar”.
Semua ini jadi tanda tanya besar kenapa hal tersebut terjadi? Apakah dunia Pendidikan (dari SD sampai PT) kita sudah tidak lagi mengajarkan tata susila dan prinsip saling sayang - menyayangi kepada siswa atau mahasiswanya atau kurikulum pendidikan sudah melupakan prinsip kerukunan antar sesama? Atau inikah hasil dari sistim pendidikan kita selama ini.

PERLU PENDIDIKAN YANG BERMORAL
Kita dan saya sebagai Generasi Muda sangat prihatin dengan keadaan generasi penerus atau calon generasi penerus Bangsa Indonesai saat ini, yang tinggal, hidup dan dibesarkan di dalam bumi Republik ini. Untuk menyiapkan generasi penerus yang bermoral, beretika, sopan, santun, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa perlu dilakukan hal-hal yang memungkinkan hal itu terjadi walaupun memakan waktu lama.
Pertama, melalui Pendidikan Nasional yang bermoral (saya tidak ingin mengatakan bahwa pendidikan kita saat ini tidak bermoral, namun kenyataanya demikian di masyarakat). Lalu apa hubungannya Pendidikan Nasional dan Nasib Generasi Penerus? Hubungannya sangat erat. Pendidikan pada hakikatnya adalah alat untuk menyiapkan sumber daya manusia yang bermoral dan berkualitas unggul. Dan sumber daya manusia tersebut merupakan refleksi nyata dari apa yang telah pendidikan sumbangankan untuk kemajuan atau kemunduran suatu Bangsa. Apa yang telah terjadi pada Bangsa Indonesia saat ini adalah sebagai sumbangan Pendidikan Nasional kita selama ini.
Pendidikan Nasional selama ini telah mengeyampingkan banyak hal. Seharusnya pendidikan nasional kita mampu menciptakan pribadi (generasi penerus) yang bermoral, mandiri, matang dan dewasa, jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok. Tapi kenyataanya bisa kita lihat saat ini. Pejabat yang melakukan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme baik di legislative, ekskutif dan yudikatif semuanya orang-orang yang berpendidikan bahkan tidak tanggung-tanggung, mereka bergelar dari S1 sampai Prof. Dr.
Contoh lainnya, dalam bidang politik lebih parah lagi, bertengkar ketika sidang, gontok-gontokan dalam tubuh partai karena memperebutkan posisi tertentu (Bagaimana mau memperjuangkan aspirasi rakyat kalau dalam diri partai saja belum kompak).
Dan masih ingatkah ketika terjadi jual beli kata-kata umpatan ("bangsat") dalam sidang kasus Bulog yang dilakukan oleh orang-orang yang mengerti hukum dan berpendidikan tinggi. Apakah orang-orang seperti ini yang kita andalkan untuk membawa bangsa ini kedepan? Apakah mereka tidak sadar tindak-tanduk mereka akan ditiru oleh generasi muda saat ini dimasa yang akan datang?
Di pendidikan tingkat menengah sampai dasar, sama parahnya, setiap awal tahun ajaran baru. Para orang tua murid sibuk mengurusi NEM anaknya (untungnya, NEM sudah tidak dipakai lagi, entah apalagi cara mereka), kalau perlu didongkrak supaya bisa masuk sekolah-sekolah favorit. Kalaupun NEM anaknya rendah, cara yang paling praktis adalah mencari lobby untuk memasukan anaknya ke sekolah yang diinginkan, kalau perlu nyuap. Perilaku para orang tua seperti ini (khususnya kalangan berduit) secara tidak langsung sudah mengajari anak-anak mereka bagaimana melakukan kecurangan dan penipuan. (Makanya tidak aneh sekarang ini banyak oknum pejabat jadi penipu dan pembohong rakyat).
Kembali ke Pendidikan Nasional yang bermoral (yang saya maksud adalah pendidikan yang bisa mencetak generasi muda dari SD sampai PT yang bermoral
). Dimana proses pendidikan harus bisa membawa peserta didik kearah kedewasaan, kemandirian dan bertanggung jawab, tahu malu, tidak plin-plan, jujur, santun, berahklak mulia, berbudi pekerti luhur sehingga “mereka dan saya” tidak lagi bergantung kepada keluarga, masyarakat atau bangsa setelah menyelesaikan pendidikannya. Tetapi sebaliknya, kami bisa membangun bangsa ini dengan kekayaan yang kita miliki dan dihargai didunia internasional. Kalau perlu bangsa ini tidak lagi mengandalkan utang untuk pembangunan. Sehingga negara lain tidak seenaknya mendikte Bangsa ini dalam berbagai bidang kehidupan.
Dengan kata lain, proses transformasi ilmu pengetahuan kepada peserta didik harus dilakukan dengan gaya dan cara yang bermoral pula. Dimana ketika berlangsung proses tranformasi ilmu pengetahuan di SD sampai PT sang pendidik harus memiliki moralitas yang bisa dijadikan panutan oleh peserta didik ( saya ). Seorang pendidik harus jujur, bertaqwa, berahklak mulia, tidak curang, tidak memaksakan kehendak, displin, tidak arogan, ada rasa malu, berlaku adil dan ramah di dalam kelas, keluarga dan masyarakat. Kalau pendidik mulai dari guru SD sampai PT memiliki sifat-sifat seperti diatas. Negara kita belum tentu morat-marit seperti ini.
Kedua, Perubahan dalam Pendidikan Nasional jangan hanya terpaku pada perubahan kurikulum, peningkatan anggaran pendidikan, perbaikan fasilitas. Misalkan kurikulum sudah dirubah, anggaran pendidikan sudah ditingkatkan dan fasilitas sudah dilengkapi dan gaji guru/dosen sudah dinaikkan. Namun kalau pendidik (guru atau dosen) serta para pembuat kebijakan belum memiliki sifat-sifat seperti diatas, rasanya perubahan-perubahan tersebut akan sia-sia.
Dan akibat yang ditimbulkan oleh proses pendidikan pada generasi muda akan sama seperti sekarang ini. Dalam hal ini saya tidak berpretensi menyudutkan guru atau dosen pendidikan serta pembuat kebijakan sebagai penyebab terpuruknya proses pendidikan di Indonesia saat ini. Tapi adanya oknum yang berperilaku menyimpang dan tidak bermoral harus segera mengubah diri sedini mungkin, kalau menginginkan generasi seperti diatas.
Selain itu, anggaran pendidikan yang tinggi belum tentu akan mengubah dengan cepat kondisi pendidikan kita saat ini.
Ketiga, Berlaku Adil dan Hilangkan Perbedaan. Ketika saya masih di SD dulu, ada beberapa guru saya sangat sering memanggil teman saya maju kedepan untuk mencatat dipapan tulis atau menjawab pertanyaan karena dia pintar dan anak orang kaya. Hal ini juga berlanjut sampai saya menjenjang SMA.
Yang saya rasakan adalah sedih, rendah diri, iri dan putus asa sehingga timbul pertanyaan. “Mengapa Bapak/Ibu guru tidak memangil saya atau yang lain? Apakah hanya yang pintar atau anak orang kaya saja yang pantas mendapat perlakuan seperti itu? Apakah pendidikan hanya untuk orang yang pintar dan kaya? Dan mengapa saya tidak jadi orang pintar dan kaya seperti teman saya? Bisakah saya jadi orang pintar dengan cara yang demikian?”
Dengan contoh yang saya rasakan ini, saya ingin memberikan gambaran bahwa Pendidikan Nasional kita telah berlaku tidak adil dan membuat perbedaan diantara peserta didik. Sehingga generasi muda secara tidak langsung sudah diajari bagaimana berlaku tidak adil dan membuat perbedaan.
Kalau mau membuat perbedaan, buatlah perbedaan yang bisa menumbuhkan peserta didik ( kami ) yang mandiri, bermoral, dewasa dan bertanggung jawab. Jangan hanya mengadopsi sistem bangsa lain yang belum tentu cocok dengan karakter bangsa kita.
Dan sayapun ingat salah satu contoh lain, seorang teman saya datang dengan menangis memberitahu bahwa nilai Bahasa Inggrisnya 6 yang seharusnya 9. “Karena dia sering protes pada guru ketika belajar dan tidak ikut Les dirumah guru tersebut”.
Inikan adalah contoh paling sederhana bahwa Pendidikan Nasional kita belum mengajarkan bagaimana berlaku adil dan menghilangkan Perbedaan.

HARAPAN DAN PESAN
Dengan demikian, apabila kita ingin mencetak generasi penerus yang mandiri, bermoral, dewasa dan bertanggung jawab. Konsekwensinya, semua yang terlibat dalam “Dunia Pendidikan Indonesia”, harus mampu memberikan suri tauladan yang bisa dijadikan panutan “Kami Generasi Muda”. Karena tanpa ada yang membimbing atau memberikan contoh yang baik, maka harapan tinggalah harapan saja.
Jadi marilah kita memulai berjalan kearah tujuan yang terakhir, dengan menjadikan segala apa yang kita lakukan sebagai batu loncatan untuk melangkah kedepan.
“KARENA KALAU BUKAN KITA YANG MERUBAHNYA, SIAPA LAGI…??”

Tidak ada komentar: