26 Februari 2012

SUPERVISI KLINIK

SUPERVISI KLINIK



A.       Konsep Supervisi Klinik

Supervisi klinik, mula-mula diperkenalkan dan dikembangkan oleh Morris L. Cogan, Robert Goldhammer, dan Richarct Weller di Universitas Harvard pada akhir dasa warsa lima puluh tahun dan awal dasawarsa enam puluhan (Krajewski) 1982). Ada dua asumsi yang mendasari praktek supervisi klinik. Pertama, pengajaran merupakan aktivitas yang sangat kompleks yang memerlukan pengamatan dan analisis secara berhati-hari melalui pengamatan dan analisis ini, supervisor pengajaran akan mudah mengembangkan kemampuan guru mengelola proses pembelajaran. Kedua, guru-guru yang profesionalnya ingin dikembangkan lebih menghendaki cara yang kolegial daripada cara yang outoritarian (Sergiovanni, 1987).

Pada mulanya, supervisi klinik dirancang sebagai salah satu model atau pendekatan dalam melakukan supervisi pengajaran terhadap calon guru yang sedang berpraktek mengajar. Dalam supervisi ini ditekanannya pada klinik, yang diwujudkan adalah bentuk hubungan tatap muka antara supervisor dan calon guru yang sedang berpraktek, Cogan (1973) mendefinisikan supervisi klinik sebagai berikut :

The rational and practice designed to improve the teacher’supervisi classroom performance. It takes its principal data from the events of the classroom. The analysis of these data and the relationships between teacher and supervisor from the basis of the program, procedures, and strategies designed to improve the student’supervisi learning by improving the teacher’supervisi classroom behavior (Cogan 1973, halaman 54).

Sesuai dengan pendapat Cogan ini, supervisi klinik pada dasarnya merupakan pembinaan performansi guru mengelola proses belajar mengajar. Pelaksanaannya didesain dengan praktis secara rasional. Baik desainnya maupun pelaksanaannya dilakukan atas dasar analisis data mengenai kegiatan-kegiatan di kelas. Data dan hubungan antara guru dan supervisor merupakan dasar program prosedur, dan strategi pembinaan perilaku mengajar guru dalam mengembangkan belajar murid-murid. Cogan sendiri menekankan aspek supervisi klinik pada lima hal, yaitu (1) proses supervisi klinik, (2) interaksi antara calon guru dan murid, (3) performansi calon guru dalam mengajar, (4) hubungan calon guru dengan supervisor, dan (5) analisis data berdasarkan peristiwa aktual di kelas.

Tujuan supervisi klinik adalah untuk membantu memodifikasi pola-pola pengajaran yang tidak atau kurang efektif. Menurut Sergiovanni (1987) ada dua sasaran supervisi klinik, yang menurut penulis merefleksi multi tujuan supervisi klinik, yang menurut penulis merefleksi multi tujuan supervisi pengajaran, khususnya pengembangan profesional dan motivasi kerja guru, sebagaimana telah dikemukakan dalam bab I. Di satu sisi, supervisi klinik dilakukan untuk membangun motivasi dan komitmen kerja guru. Di sisi lain, supervisi klinik dilakukan untuk menyediakan pengembangan staf bagi guru. Sedangkan menurut dua orang teoritisi lainnya, yaitu Acheson dan Gall (1987) tujuan supervisi klinik adalah meningkatkan pengajaran  guru dikelas. Tujuan ini dirinci lagi ke dalam tujuan yang lebih spesifik, sebagai berikut.

1.         Menyediakan umpan balik yang obyektif terhadap guru, mengenai pengajaran yang dilaksanakannya.

2.         Mendiagnosis dan membantu memecahkan masalah-masalah pengajaran.

3.         Membantu guru mengembangkan keterampilannnya menggunakan strategi pengajaran.

4.         Mengevaluasi guru untuk kepentingan promosi jabatan dan keputusan lainnya.

5.         Membantu guru mengembangkan satu sikap positif terhadap pengembangan profesional yang berkesinambungan.

     Demikianlah sekilas konsep spuervisi klinik bila disimpulkan, maka karakteristik supervisi klinik sebagai berikut ; supervisi klinik berlangsung dalam bentuk hubungan tatap muka antara supervisor dan guru, tujuan supervisi klinik itu adalah untuk pengembangan profesional guru. Kegiatan supervisi klinik ditekankan pad aspek-aspek yang menjadi perhatian guru serta observasi kegiatan pengajaran di kelas, observasi harus dilakukan secara cermat dan mendetail, analisis terhadap hasil observasi harus dilakukan bersama antara supervisor dan guru dan hubungan antara supervisor dan guru harus bersifat kolegial bukan autoritarian.


B.       Langkah-langkah Supervisi Klinik  

     Penjelasan konsep supervisi klinik dan beberapa hasil penelitian tentang keefektifannya membawa kita untuk menyakini betapa pentingnya supervisi klinik sebagai satu pendekatan dalam mengembangkan pengajaran guru. Sudah seharusnyalah setiap supervisor pengajaran berusaha untuk menerapkannya bagi guru-guru yang menjadi kawasan tanggung jawabnya. Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana prosedurnya.

     Menurut Cogan (1973) ada delapan kegitan dalam supervisi klinik yang dinamainya dengan siklus supervisi klinik. Di sini istilah siklus mengandung dua pengertian pertama., prosedur supervisi klinik terdiri dari sejumlah tahapan yang merupakan proses yang berkesinambungan. Kedua, hasil pertemuan tahap akhir menjadi masukan untuk tahap pertama pada siklus berikutnya. Kedelapan tahap yang dikemukakan oleh Cogan adalah sebagai berikut (1) tahap membangun dan memantapkan hubungan guru-supervisor, (2) tahap perencanaan bersama guru, (3) tahap perencanaan strategi observasi, (4) tahap observasi pengajaran, (5) tahap analisis proses pembelajaran, (6) tahap perencanaan strategi pertemuan, (7) tahap pertemuan, dan (8) tahap penjajakan rencana pertemuan berikutnya.

Menurut Mosher dan Purpel (1972) ada tiga aktivitas dalam proses supervisui klinik, yaitu (1) tahap perencanaan, (2) tahap observasi, dan (3) tahap evaluasi dan analisis. Menurut Oliva (1984) ada tiga aktivitas esensial dalam proses supervisi klinik, yaitu (1) kontak dan komunikasi dengan guru untuk merencanakan observasi kelas (2) observasi kelas, dan (3) tindak lanjut observasi kelas. Sedangkan menurut Goldhammer, Anderson, dan Krajewski (1981) ada lima kegiatan dalam proses supervisi klinik, yang disebutnya dengan sequence of supervision, yaitu (1) pertemuan sebelum observasi (2) observasi, (3) analisis dan strategi, (4) pertemuan supervisi, dan (5) analisis sesudah pertemuan supervisi.

Demikianlah, walaupun berbeda deskripsi pada para teriotisi di atas tentang langkah-langkah proses supervisi klinik, sebenarnya langkah-langkah ini bisa dikembalikan pada tiga tahap esensial yang berbentuk siklus, yaitu (1) tahap pertemuan awal, (2) tahap observasi mengajar, dan (3) tahap pertemuan balikan. Dalam buku ajar  sederhana ini penulis lebih cenderung membagi siklus supervisi klinik menajdi tiga tahap juga sebagaimana tersebut di atas. Deskripsi demikian juga dikemukakan oleh Acheson dan Gall (1987), Alexander Mackie College of advanced Education (1981) dan Mantja (1984).


1.        Tahap Pertemuan Awal


     Tahap pertama dalam proses supervisi klinik adalah tahap pertemuan awal (preconference). Pertemuan awal ini dilakukan sebelum melaksanakan observasi kelas sehingga banyak juga para teoritisi supervisi klinik yang menyebutkan dengan istilah tahap pertemuan sebelum observasi (preobservation Conference). Menurut Sergiovanni (1987) tidak ada tahap yang lebih penting daripada tahap pertemuan awal ini.

     Tujuan utama pertemuan awal ini adalah untuk mengembangkan, bersama antara supervisor dan guru, kerangka kerja observasi kelas yang akan dilakukan. Hasil akhir pertemuan awal ini adalah kesepakatan (contract) kerja antara supervisor dan guru. Tujuan ini bisa dicapai apabila dalam pertemuan awal ini tercipta kerja sama, hubungan kemanusian dan komunikasi yang baik antara supervisor dengan guru. Selanjutnya kualitas hubngan yang baik antara supervisor dan guru memiliki pengaruh signifikan terhadap kesuksesan tahap berikutnya dalam proses supervisi klinik. Oleh sebab itu para teoritisi banyak menyarankan agar pertemuan awal ini, dilaksanakan secara rileks dan terbuka. Perlu sekali diciptakan kepercayaan guru terhadap supervisor, sebab kepercayaan ini akan mempengaruhi efektivitas pelaksanaan pertemuan awal ini. Kepercayaan ini berkenaan dengan kenyakinan guru bahwa supervisor memperhatikan minat atau perhatian guru.

     Pertemuan pendahuluan ini tidak membutuhkan waktu yang lama. Dalam pertemuan awal ini supervisor bisa menggunakan waktu 20 sampai 30 menit, kecuali jika guru mempunyai permasalahan khusus yang membutuhkan diskusi panjang. Pertemuan ini sebaiknya dilaksanakan di satu ruangan yang netral, misalnya kafetaria, atau bisa juga di kelas. Pertemuan di ruang kepala sekolah atau supervisor kemungkinannya akan membuat guru menjadi tidak bebas. Secara teknis, ada delapan kegiatan yang harus dilaksanakan dalam pertemuan awal ini, yaitu (1) menciptakan suasana yang akrab dan terbuka, (2) mengidentifikasi aspek-aspek yang akan dikembangkan guru dalam pengajaran. (3) menerjemahkan perhatian guru ke dalam tingkah laku yang bisa diamati, (4) mengidentifikasi prosedur untuk memperbaiki pengajaran guru, (5) membantu guru memperbaiki tujuannya sendiri (6) menetapkan waktu observasi kelas, (7) menyeleksi instrumen observasi kelas, dan (8) memperjelas konteks pengajaran dengan melihat data yang akan direkam.

     Goldhammer, Anderson, dan Krajewski (1981) mendeskripsikan satu agenda yag harus dihasilkan pada akhir pertemuan awal. Agenda tersebut adalah :

a.         Menetapkan kontrak atau persetujuan antara supervisor dan guru tentang apa saja yang akan diobservasi.

1)        Tujuan instruksional umum dan khusus pengajaran

2)        Hubungan tujuan pengajaran dengan keseluruhan program pengajaran yang diimplementasikan.

3)        Aktivitas yang akan diobservasi

4)        Kemungkinan perubahan formal aktivitas, sistem, dan unsur-unsur lain berdasarkan persetujuan interaktif antara supervisor dan guru.

5)        Deskripsi spesifik butir-butir atau masalah-masalah yang balikannya diinginkan guru.

b.        Menetapkan mekanisme atau aturan-aturan observasi meliputi :

1)        Waktu (jadwal) observasi

2)        Lamanya observasi

3)        Tempat observasi

c.         Menetapkan rencana spesifik untuk melaksanakan observasi meliputi:

1)        Dimana supervisor akan duduk selama observasi

2)        Akankah supervisor menjelaskan kepada murid-murid mengenai tujuan observasinya jika demikian, kapan sebelum ataukah setelah pelajaran.

3)        Akankah supervisor mencari satu tindakan khusus.

4)        Akankah supervisor berinteraksi dengan murid-murid

5)        Perlukah adanya material atau persiapan khusus

6)        Bagaimanakah supervisor akan mengakhiri observasi


2.        Tahap Observasi Pembelajaran


Tahap kedua dalam proses supervisi klinik adalah tahap observasi mengajar secara sistematis dan obyektif. Perhatian observasi ini ditujukan pada guru dalam bertindak dan kegiatan-kegiatan kelas sebagai hasil tindakan guru. Waktu dan tempat observasi mengajar ini sesuai dengan kesepakatan bersama antara supervisor dan guru pada waktu mengadakan pertemuan awal.

Observasi mengajar, mungkin akan terasa sangat kompleks dan sulit, dan tidak jarang adanya supervisor yang mengalami kesulitan. Dengan demikian supervisor dituntut untuk menggunakan bermacam-macam ketrampilan. Menurut Daresh (1989) ada dua aspek yang harus diputuskan dan dilaksanakan oleh supervisor sebelum dan sesudah melaksanakan observasi mengajar, yaitu menentukan aspek-aspek yang akan diobservasi mengajar dan bagaimana cara mengobservasinta.Aspek-aspek yang akan diobservasi harus sesuai dengan hasil diskusi antara supervisor dan guru pada waktu pertemuan awal. Aliva (1984) menegaskan sebagai berikut :

If we follow through with the cycle of clinical supervisor the teacher and supervisor in the preobservation conference have decided on the specific behaviors of teacher and students which the supervisor will observe. The supervisor concentrates on the presence or absence of the spesific behaviors (Oliva : 1984, halaman 502).

Sedangkan mengenai bagaimana mengobservasi juga perlu mendapatkan perhatian. Maksud baik supervisi akan tidak berarti apabila usaha-usaha observasi tidak bisa memperoleh data yang seharusnya diperoleh. Tujuan utama pengumpulan data adalah untuk memperoleh informasi yang nantinya akan digunakan untuk mengadakan tukar pikiran dengan guru setelah observasi aktivitas yang telah dilakukan di kelas. Di sinilah letak pentingnya teknik dan instrumen oberservasi yang bisa digunakan untuk mengobservasi guru mengelola proses belajar mengajar.

Sehubungan dengan teknik dan instrumen ini, sebenarnya pada peneliti telah banyak yang mengembangkan bermacam-macam teknik yang bisa digunakan dalam mengobservasi  pengajaran. Acheson dan Gall (1987)  mereview beberapa teknik dan mengajurkan kita untuk menggunakannya dalam proses supervisi klinis beberapa teknik tersebut adalah sebagai berikut:

a.         Selective verbatim. Di sini supervisor membuat semacam rekaman tertulis, yang bisa dibuat dengan a verbatim transcript. Sudah barang tentu tidak semua kejadian verbal harus direkam dan sesuai dengan kesepakatan bersama antara supervisor dan guru pada pertemuan awal, hanya kejadian-kejadian tertentu yang harus direkam secara selektif. Transkrip ini bisa ditulis langsung berdasarkan pengamatan dan bisa juga menyalin dari apa yang direkam terlebih dahulu melalui tape recorder.

b.         Rekaman observasional berupa a seating chart. Di sini, supervisor mendokumentasikan perilaku-perilaku murid-murid sebagaimana mereka berinteraksi dengan seorang guru selama pengajaran berlangsung. Seluruh kompleksitas perilaku dan interaksi di deskripsikan secara bergambar. Melalui penggunaan a seating chart ini, supervisor bisa mendokumentasikan secara grafis interaksi guru dengan murid-murid dengan murid. Sehingga dengan mudah diketahui apakah guru hanya berinteraksi dengan semua murid atau hanya dengan sebagian murid, apakah semua murid atau hanya sebagian murid yang terlibat proses belajar mengajar.

c.         Wide-lens techniques. Di sini supervisor membuat catatan yang lengkap mengenai kejadian-kejadian di kelas dan cerita yang panjang lebar. Teknik ini bisa juga disebut dengan anecdotal record.

d.        Checkliss and timeline coding. Di sini supervisor mengobservasi dan mengumpulkan data perilaku belajar mengajar.Perilaku pembelajaran ini sebelumnya telah diklasifikasi atau dikategorikan. Contoh yang paling baik prosedur ini dalam observasi supervisi klinik adalah skala analisis interaksi Flanders (Flanders; 1970). Dalam analisis ini, aktivitas kelas diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar, yaitu pembicaraan guru, pembicaraan murid dan tidak ada pembicaraan (silence), Tabel 4.1 merupakan satu contoh analisis interaksi Flanders.



Tabel 4.1  Kategori Analisis Interaksi Franders

Guru Berbicara
Respons
1.       Perasaan menerima. Menerima dan mengklasi- fikasi sikap/perasaan murid dalam cara yang tidak menakutkan. Perasaan ini bisa positif atau negatif.
2.       Penghargaan dan dorongan.Penghargaan dan dorongan terhadap murid, misalnya dengan mengatakan “um hum” atau teruskan. Ini merupakan upaya menghindari ketegangan.
3.       Menerima atau menggunakan ide murid. Menjawab pembicaraan murid. Mengklasifikasi, membangun, atau mengajukan pertanyan berdasarkan ide-ide murid.
4.       Bertanya. Bertanya tentang isi dan prosedur, berdasarkan ide guru, dengan maksud murid akan menjawabnya.
Inisiasi
5.       Berceramah. Mengemukakan fakta atau opini tentang isi atau prosedur: mengekspresikan idenya sendiri, memebrikan penjelasan sendiri
6.       Memberikan petunjuk. Memberi petunjuk, komando, perintah, di mana murid melakukan
7.       Mengkritik. Mengemukakan sesuatu untuk mengubah perilaku murid dari pola yang tak diterima menjadi pola yang diterima.
Respons
8.       Murid berbicara-merespons. Murid berbicara untuk merespons kontak guru yang situasinya terbatas
9.       Murid berbicara-inisiasi. Murid mengemukakan idenya baik secara spontan maupun dalam sosia lisasi guru. Kebebasan mengembangkan opini/ pemikiran; berjalan di luar struktur yang ada.
Inisiasi
10.    Kesunyian atau kebingungan. Istirahat, kesunyian sebentar, kebingunan karena komunikasi tidak bisa dimengerti pengamat.

Sumber: Acheson, K.A dan Gall, M.D.1987. Techniques in the the Clinical Supervision of Teachers. White Plains, N.Y., Longman


Checklist lainnya yang bisa digunakan untuk mengarahkan observasi pengajaran adalah apa yang disebut dengan istilah timeline coding technique yang telah dikembangkan sejak 20 tahun yang lalu, yang memang didesain untuk mempelajari strategi pengajaran. Di sini, supervisor mencatat perilaku guru maupun murid dalam waktu-waktu tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya selama waktu-waktu tertentu ditetapkan sebelumnya disediakan selama proses pembelajaran. Teknik ini bisa disediakan data terhadap guru yang mereka rasa harus diobservasi dan dikembangkan. Instrumen ini bisa mengarahkan supervisor dalam observasinya dan menyediakan balikan yang spesifik dalam klasifikasi waktu yang diinginkan.

Demikianlah beberapa teknik yang telah direview oleh Acheson dan Gall telah dikemukakan, bisa digunakan untuk mengarahkan dan mempermudah tahap observasi dalam proses supervisi klinik. Supervisor yang efektif seha- rusnya menyadari adanya beberapa teknik ini dan berusaha memiliki satu atau lebih teknik sesuai dengan perhatian guru yang akan diobservasi. Namun sayangnya, menurut  Daresh (1989), dengan melihat dari waktu ke waktu, yang terjadi justru sebaliknya. Dan banyak hal, supervisor hanya belajar satu teknik observasi yang disukainya, misalnya teknik analisis Interaksi Flanders, dan menggunakannya setiap teknik memiliki kelebihan dan kekurangan. Akan tetapi kelebihan-hkelebihan setiap teknik dengan cepat akan hilang apabila supervisor lebih berwawasan terhadap hanya satu teknik yang dipahami dan disukai dengan tidak mengikuti perhatian pengajaran guru.


3.        Tahap Pertemuan Balikan


Tahap ketiga dalam proses supervisi klinik adalah tahap pertemuan balikan. Pertemuan balikan dilakukan segera setelah melaksanakan observasi pengajaran, dengan terlebih dahulu dilakukan analisis terhadap hasil observasi. Tujuan utama pertemuan balikan ini adalah ditindaklanjuti apa saja yang dilihat oleh supervisor, sebagai onserver, terhadap proses belajar mengajr. Pembicaraan dalam pertemuan balikan ini adalah ditekankan pada identifikasi dan analisis persamaan dan perbedaan antara perilaku guru dan murid yang direncanakan dan perilaku aktual guru dan murid, serta membuat keputusan tentang apa dan bagaimana yang seharusnya akan dilakukan sehu- bungan dengan perbedaan yang ada.

Pertemuan balikan ini merupakan tahap yang penting untuk mengem- bangkan perilaku guru dengan cara memberikan balikan tertentu. Balikan ini harus deskriptif, spesifik, konkrit, bersifat memotivasi, aktual, dan akurat sehingga betul-betul bermanfaat bagi guru (Sergiovanni, 1987). Paling tidak ada lima manfaat pertemuan balikan bagi guru,s ebagaimana dikemukakan oleh Goldhammer, Anderson, dan Krajewski (1981), yaitu , (1) guru bisa diberik penguatan dan kepuasan, sehingga bisa termotivasi dalam kerjanya, (2) isu-isu dalam pengajaran bisa didefinisikan bersama supervisor dan guru dengan tepat, (3) supervisor bila mungkin dan perlu, bisa berupaya mengintervensi secara langsung guru untuk memberikan bantuan didaktis dan bimbingan, (4) guru bisa dilatih dengan teknik ini untuk melakukan supervisi terhadap dirinya sendiri, dan (5) guru busa diberi pengetahuan tambahan untuk meningkatkan tingkat analisis profesional diri pada masa yang akan datang.

Tentunya sebelum mengadakan pertemuan balikan ini supervisor terlebih dahulu menganalisa hasil observasi dan merencanakan bahan yang akan dibicarakan dengan guru. Begitu pula diharapkan guru menilai dirinya sendiri. Setelah itu dilakukan pertemuan balikan ini. Dalam pertemuan balikan ini sangat diperlukan adanya keterbukaan antara supervisor dan guru. Sebaiknya, pertama-tama supervisor menanamkan kepercayaan pada diri guru bahwa pertemuan balikan ini bukan untuk menyalahkan guru melainkan untuk memberikan masukan balikan. Oleh sebab banyak para teoritisi yang menganjurkan agar pertama-tama yang harus dilakukan oleh supervisor dalam setiap pertemuan balikan adalah memberikan penguatan (reinforcement) terhadap guru. Baru setelah melanjutkan dengan analisis bersama setiap aspek pengajaran yang menjadi perhatian supervisi klinis. Berikut ini beberapa langkah penting yang harus dilakukan selama pertemuan balikan.

a.         Menanyakan perasaan guru secara umum atau kesannya terhadap pengajaran yang dilakukan, kemudian supervisor berusaha memberikan penguatan (reinforcement).

b.         Menganalisa pencapaian tujuan pengajaran. Di sini supervisor bersa- ma guru mengidentifikasi perbedaan antara tujuan pengajaran yang direncanakan dan tujuan pengajaran yang dicapai.

c.         Menganalisa target keterampilan dan perhatian utama guru. Di sini (supervisor bersama guru mengidentifikasi target ketrampilan dan perhatian utama yang telah dicapai dan yang belum dicapai. Bisa jadi pada saat ini supervisor menunjukkan hasil rekaman observasi, sehingga guru mengetahui apa yang telah dilakukan dan dicapai, dan yang belum sesuai dengan target ketrampilan dan perhatian utama guru sebagaimana disepakati pada tahap pertemuan awal. Apabila dalam kegiatan observasi supervisor merekam proses belajar mengajar dengan alat elektronik, misalnya dengan menggunakan alat syuting, maka sebaiknya hasil rekaman ini dipertontonkan kepada guru sehingga ia dengan bebas melihat dan menafsirkannya sendiri.

d.        Supervisor menanyakan perasaannya setelah enganalisis target keterampilan dan perhatian utamanya.

e.         Menyimpulkan hasil dari apa yang telah diperolehnya selama proses supervisi klinik. Disini supervisi memberikan kesempatan kepada guru untuk menyimpulkan target keterampilan dan perhatian utamanya yang telah dicapai selama proses supervisi klinis.

f.          Mendorong guru untuk merencanakan latihan-latihan berikut sekaligus menetapkan rencana berikutnya.

Demikian tiga pokok dalam proses supervisi klinik. Ketiga tahap ini sebenarnya berbentuk siklus, yaitu tahap pertemuan awal, tahap observasi mengajar, dan tahap pertemuan balikan. Rincian ketiga tahap ini telah dibahas di muka, dan terangkum dalam gambar 6.1 berikut ini.

Tahap Pertemuan Awal
Ø  Menganalisa rencana pelajaran.
Ø  Menetapkan bersama guru aspek-aspek yang akan diobservasi dalam mengajar.

Tahap Observasi Mengajar
Ø  Mencatat peristiwa selama pengajaran.
Ø  Catatan harus obyektif dan selektif.

Tahap Pertemuan Balikan
Ø  Menganalisa hasil observasi bersama guru.
Ø  Menganalisa perilaku mengajar
Ø  Bersama menetapkan aspek-aspek yang harus dilakukan untuk membantu perkembangan keterampilan mengajar berikutnya
















Gambar 4.1  Siklus Supervisi Klinis

Sumber : Didapatkan dari Alexander Mackie. 1981. Supervision Of Practice Teaching. Sydney, Australia: Primary, p. 2.
Dalam pelaksanaan supervisi klinik sangat diperlukan iklim kerja yang baik dalam pertemuan awal, observasi pengajaran, maupun dalam pertemuan balikan. Faktor yang sangat menentukan keberhasilan supervisi klinik sebagai satu pendekatan supervisi pengajaran adalah kepercayaan (trust) pada guru bahwa tugas supervisor semata-mata untuk membantu  mengembangkan pengajaran guru. Upaya memperoleh kepercayaan guru ini memerlukan satu iklim kerja yang oleh para teoritisi disebut dengan istilah kolegial (collegial). Pelaksanaan supervisi klinik bisa dikatakan telah memiliki iklim kolegial apabila antara supervisor dan guru bukan” … Something that a superordinate (an administrator or supervisor, for example) does to a teacher, but as a peer-to-peer activity” (Daresh : 1989, halaman 218). Di samping ini, untuk melaksanakan supervisi klinik sangat diperlukan kesediaan supervisor dan guru untuk meluangkan waktunya. Setiap pelaksanaan supervisi klinik akan memerlukan waktu yang lama.

Tidak ada komentar: