KONSEP TEORETIK SUPERVISI PENDIDIKAN
A. Pengertian Supervisi Pendidikan
Istilah supervisi berasal dari dua kata, yaitu
“super” dan “vision”. Dalam Webster’s New World Dictionary istilah super
berarti “higher in rank or position than, superior to (superintendent), a
greater or better than others” (1991:1343) sedangkan kata vision
berarti “the ability to perceive something not actually visible, as through
mental acuteness or keen foresight (1991:1492).
Supervisor
adalah seorang yang profesional. Dalam menjalankan tugasnya, ia bertindak atas
dasar kaidah-kaidah ilmiah untuk meningkat- kan mutu pendidikan. Untuk melakukan
supervise diperlukan kelebihan
yang dapat melihat dengan tajam terhadap permasalahan peningkatan mutu
pendidikan, menggunakan kepekaan untuk memahaminya dan tidak hanya sekedar menggunakan
penglihatan mata biasa. Ia membina pening- katan mutu akademik melalui penciptaan
situasi belajar yang lebih baik, baik
dalam hal fisik maupun lingkungan non fisik.
Perumusan atau pengertian supervisi dapat dijelaskan
dari berbagai sudut, baik menurut asal-usul (etimologi), bentuk perkataannya,
maupun isi yang terkandung di dalam perkataanya itu (semantic). Secara
etimologis, supervisi menurut S. Wajowasito dan W.J.S Poerwadarminta yang
dikutip oleh Ametembun (1993:1) : “Supervisi dialih bahasakan dari perkataan
inggris “Supervision” artinya pengawasan.
Pengertian supervisi secara etimologis masih menurut
Ametembun (1993:2), menyebutkan bahwa dilihat dari bentuk perkataannya,
supervisi terdiri dari dua buah kata super + vision : Super = atas,
lebih, Vision = lihat, tilik, awasi. Makna yang terkandung dari
pengertian tersebut, bahwa seorang supervisor mempunyai kedudukan atau posisi
lebih dari orang yang disupervisi, tugasnya adalah melihat, menilik atau
mengawasi orang-orang yang disupervisi.
Para ahli dalam bidang administrasi pendidikan
memberikan kese-pakatan bahwa supervisi pendidikan merupakan disiplin ilmu yang
memfokuskan diri pada pengkajian peningkatan situasi belajar-mengajar, seperti
yang diungkapkan oleh ( Gregorio, 1966, Glickman Carl D, 1990, Sergiovanni,
1993 dan Gregg Miller, 2003). Hal ini diungkapkan pula dalam tulisan Asosiasi
Supervisi dan Pengembangan Kurikulum di Amerika (Association for Supervision
and Curriculum Development, 1987:129) yang menyebutkan sebagai berikut:
Almost all writers agree that the primary
focus in educational supervision is-and should be-the improvement of teaching
and learning. The term instructional supervision is widely used in the
literature of embody all effort to those ends. Some writers use the term
instructional supervision synonymously with general supervision.
Supervisi
yang lakukan oleh pengawas satuan pendidikan, tentu memiliki misi yang berbeda
dengan supervisi oleh kepala sekolah. Dalam hal ini supervisi lebih ditujukan untuk
memberikan pelayanan kepada kepala sekolah dalam melakukan pengelolaan
kelembagaan secara efektif dan efisien serta mengembangkan mutu kelembagaan
pendidikan, .
Dalam konteks pengawasan mutu pendidikan, maka
supervisi oleh pengawas satuan pendidikan antara lain kegiatannya berupa pengamatan
secara intensif terhadap proses pembelajaran pada lembaga pendidikan, kemudian
ditindak lanjuti dengan pemberian feed back. (Razik, 1995: 559). Hal ini
sejalan pula dengan pandangan L Drake (1980: 278) yang menyebutkan bahwa
supervisi adalah suatu istilah yang sophisticated, sebab hal ini
memiliki arti yang luas, yakni identik dengan proses mana-jemen, administrasi,
evaluasi dan akuntabilitas atau berbagai aktivi- tas serta kreatifitas yang
berhubungan dengan pengelolaan kelembagaan pada lingkungan kelembagaan
setingkat sekolah.
Rifa’i (1992: 20) merumuskan istilah supervisi
merupakan penga- wasan profesional, sebab hal ini di samping bersifat lebih spesifik
juga melakukan pengamatan terhadap kegiatan akademik yang mendasarkan pada kemampuan
ilmiah, dan pendekatannya pun bukan lagi pengawasan manajemen biasa, tetapi
lebih bersifat menuntut kemampuan profesional yang demokratis dan humanistik
oleh para pengawas pendidikan.
Supervisi pada dasarnya diarahkan pada dua aspek,
yakni: supervisi akademis, dan supervisi
manajerial. Supervisi akademis menitikberatkan pada pengamatan supervisor terhadap
kegiatan akademis, berupa pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas. Supervisi
manajerial menitik beratkan pada pengamatan pada aspek-aspek pengelolaan dan administrasi
sekolah yang berfungsi sebagai pendukung (supporting) terlaksananya
pembelajaran.
Oliva (1984: 19-20) menjelaskan ada empat macam
peran seorang pengawas atau supervisor pendidikan, yaitu sebagai: coordinator,
consultant, group leader dan evaluator. Supervisor harus mampu
mengkoordinasikan programs, goups, materials, and reports yang berkaitan
dengan sekolah dan para guru. Supervisor juga harus mampu berperan sebagai
konsultan dalam manajemen sekolah, pengembangan kurikulum, teknologi
pembelajaran, dan pengembangan staf. Ia harus melayani kepala sekolah dan guru,
baik secara kelompok maupun indivi- dual. Ada kalanya supervisor harus berperan
sebagai pemimpin kelompok, dalam pertemuan-pertemuan yang berkaitan dengan
pengem- bangan kurikulum, pembelajaran atau manajemen sekolah secara umum.
Gregorio (1966)
mengemukakan bahwa ada lima fungsi utama supervisi, yaitu: sebagai
inspeksi, penelitian, pelatihan, bimbingan dan penilaian. Fungsi inspeksi antara
lain berperan dalam mempelajari kea- daan dan kondisi sekolah, dan pada lembaga
terkait, maka tugas seorang supevisor antara lain berperan dalam melakukan
penelitian mengenai keadaan sekolah secara keseluruhan baik pada guru, siswa,
kurikulum tujuan belajar maupun metode mengajar, dan sasaran inspeksi adalah
menemukan permasalahan dengan cara melakukan observasi, interview, angket,
pertemuan-pertemuan dan daftar isian.
Fungsi penelitian adalah mencari jalan keluar dari
permasalahan yang berhubungan sedang dihadapi, dan penelitian ini dilakukan
sesuai dengan prosedur ilmiah, yakni merumuskan masalah yang akan diteliti,
mengumpulkan data, mengolah data, dan melakukan analisa guna menarik suatu kesimpulan
atas apa yang berkembang dalam menyusun strategi keluar dari permasalahan
diatas.
Fungsi pelatihan merupakan salah satu usaha untuk
meningkatkan keterampilan guru/kepala sekolah dalam suatu bidang. Dalam
pelatihan diperkenalkan kepada guru cara-cara
baru yang lebih sesuai dalam melaksanakan suatu proses pembelajaran, dan
jenis pelatihan yang dapat dipergunakan antara lan melalui demonstrasi
mengajar, workshop, seminar, observasi, individual dan group conference,
serta kunjungan supervisi.
Fungsi bimbingan sendiri diartikan sebagai usaha
untuk mendorong guru baik secara perorangan maupun kelompok agar mereka mau
melakukan berbagai perbaikan dalam menjalankan tugasnya. Kegiatan bimbingan dilakukan
dengan cara membangkitkan kemauan, memberi semangat, mengarahkan dan merangsang
untuk melakukan percobaan, serta membantu menerapkan sebuah prosedur mengajar
yang baru.
Fungsi penilaian adalah untuk mengukur tingkat
kemajuan yang diinginkan, seberapa besar telah dicapai dan penilaian ini
dilakukan dengan beragai cara seperti test, penetapan standar, penilaian
kemajuan belajar siswa, melihat perkembangan hasil penilaian sekolah serta
prosedur lain yang berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan.
B. Supervisi
Manajerial dan Supervisi Akademik
Setelah diuraikan pengertian supervisi
secara umum, tentu perlu pula dipaparkan
pengertian supervisi manajerial dan supervisi akademik. Hal ini sesuai dengan
dimensi kompetensi yang terdapat dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 12 Tahun 2007 Tentang
Standar Pengawas Sekolah/Madrasah. Dalam Peraturan tersebut, Pengawas satuan
pendidikan dituntut memiliki kompetensi supervisi manajerial dan supervisi
akademik, di samping kompetensi kepribadian, sosial, dan penelitian dan
pengembangan. Esensi dari supervisi manajerial adalah berupa kegiatan
pemantauan, pembi- naan dan pengawasan terhadap kepala sekolah dan seluruh
elemen sekolah lainnya di dalam mengelola, mengadministrasikan dan melaksanakan
seluruh aktivitas sekolah, sehingga dapat berjalan dengan efektif dan efisien
dalam rangka mencapai tujuan sekolah serta memenuhi standar pendidikan pendi- dikan
nasional. Adapun supervisi akademik esensinya berkenaan dengan tugas pengawas
untuk untuk membina guru dalam meningkatkan mutu pembelajarannya, sehingga pada
akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Peraturan Menteri ini juga mengisyaratkan
bahwa dalam profesi pengawas di Indonesia secara umum tidak dibedakan antara
supervisor umum dengan supervisor spesialis, kecuali untuk mata pelajaran
dan/atau jenis pendidikan tertentu. Sebagaimana dikemukakan oleh Made Pidarta
(1995: 84-85) bahwa supervisor dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
supervisor umum dan supervisor spesialis. Supervisor umum tugasnya berkaitan
dengan pemantauan pelaksanaan kurikulum serta upaya perbaikannya, dan memoti- vasi
guru untuk bekerja dengan penuh gairah, dan menangani masalah-masa- lah
pendidikan secara umum. Sedangkan supervisor spesialis lebih berkon-sentrasi
pada perbaikan proses belajar mengajar, terutama berkaitan dengan spesialisasi
mereka. Mereka disebut pula dengan supervisor bidang studi, dan dipandang
sebagai ahli dalam bidang tertentu sehingga mampu mengembang- kan materi,
pembelajaran, media dan bahan-bahan lain yang dibutuhkan.
1. Supervisi Manajerial
Di muka telah dijelaskan bahwa
esensi supervisi manajerial adalah pemantauan dan pembinaan terhadap
pengelolaan dan administrasi sekolah. Dengan demikian fokus supervisi ini
ditujukan pada pelaksanaan bidang garapan manajemen sekolah, yang antara lain meliputi:
(a) manajemen kurikulum dan pembelajaran, (b) kesiswaan, (c) sarana dan
prasarana, (d) ketenagaan, (e) keuangan, (f) hubungan sekolah dengan
masyarakat, dan (g) layanan khusus.
Dalam melakukan supervisi
terhadap hal-hal di atas, pengawas sekaligus juga dituntut melakukan pematauan
terhadap pelaksanaan standar nasional pendidikan yang meliputi delapan
komponen, yaitu: (a) standar isi, (b)
standar kompetensi lulusan, (c) standar proses, (d) tandar pendidik dan tenaga
kependidikan, (e) standar sarana dan prasarana, (f) standar pengelolaan, (g)
standar pembiayaan, dan (h) standar penilaian. Tujuan supervisi terhadap
kedelapan aspek tersebut adalah agar sekolah terakreditasi dengan baik dan
dapat memenuhi standar nasional pendidikan.
Salah satu fokus penting
lainnya dalam dalam supervisi manajerial oleh pengawas terhadap sekolah, adalah
berkaitan pengelolaan atau manaje- men sekolah. Sebagaimana diketahui dalam
dasa warsa terakhir telah dikem- bangkan wacana manajemen berbasis sekolah
(MBS), sebagai bentuk paradigma baru pengelolaan dari sentralisasi ke
desentralisasi yang memberi- kan otonomi kepada pihak sekolah dan meningkatkan
partisipasi masyarakat (Sudarwan Danim, 2006: 4) Pengawas dituntut dapat
menjelaskan sekaligus mengintroduksi model inovasi manajemen ini sesuai dengan
konteks sosial budaya serta kondisi internal masing-masing sekolah.
2. Supervisi
Akademik
Glickman (1981), mendefinisikan supervisi akademik adalah serangkaian
kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran
demi pencapaian tujuan pembelajaran. Supervisi akademik merupakan upaya
membantu guru-guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran.
(Daresh, 1989). Dengan demikian, berarti, esensi supervisi akademik itu sama
sekali bukan menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran,
melainkan membantu guru mengem- bangkan kemampuan profesionalismenya.
Meskipun demikian, supervisi akademik tidak bisa terlepas dari penilaian
unjuk kerja guru dalam mengelola pembelajaran. Apabila di atas dikatakan, bahwa
supervisi akademik merupakan serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan
kemampuannya mengelola proses pembelajaran, maka menilai unjuk kerja guru dalam
mengelola proses pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang tidak bisa
dihindarkan prosesnya (Sergiovanni, 1987). Penilaian unjuk kerja guru dalam
mengelola proses pembelajaran sebagai suatu proses pemberian estimasi kualitas
unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, merupakan bagian integral
dari serangkaian kegiatan supervisi akademik. Apabila dikatakan bahwa supervisi
akademik merupakan serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemam-puannya,
maka dalam pelaksanaannya terlebih dahulu perlu diadakan penilai- an kemampuan
guru, sehingga bisa ditetapkan aspek yang perlu dikembang-kan dan cara
mengembangkannya.
Sergiovanni (1987) menegaskan bahwa
refleksi praktis penilaian unjuk kerja guru dalam supervisi akademik adalah
melihat realita kondisi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan, misalnya: Apa yang sebenarnya terjadi di dalam kelas?, Apa
yang sebenarnya dilakukan oleh guru dan murid-murid di dalam kelas?, Aktivitas-aktivitas
mana dari keseluruhan aktivitas di dalam kelas itu yang berarti bagi guru dan
murid?, Apa yang telah dilakukan oleh guru dalam mencapai tujuan akademik?, Apa
kelebihan dan kekurangan guru dan bagaimana cara mengembangkannya?. Berdasarkan
jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan ini akan diperoleh informasi mengenai
kemampuan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran. Namun satu hal yang perlu
ditegaskan di sini, bahwa setelah melakukan penilaian unjuk kerja guru tidak
berarti selesailah tugas atau kegiatan supervisi akademik, melainkan harus
dilanjutkan dengan perancangan dan pelaksanaan pengem- bangan kemampuannya.
Dengan demikian, melalui supervisi akademik guru akan semakin mampu
memfasilitasi belajar bagi murid-muridnya. Alfonso, Firth, dan Neville (1981)
menegaskan Instructional supervision is
herein defined as: behavior officially designed by the organization that
directly affects teacher behavior in such a way to facilitate pupil learning
and achieve the goals of organization. Menurut Alfonso, Firth, dan Neville,
ada tiga konsep pokok (kunci) dalam pengertian supervisi akademik.
1.
Supervisi
akademik harus secara langsung mempengaruhi dan mengembangkan perilaku guru
dalam mengelola proses pembelajaran. Inilah karakteristik esensial supervisi
akademik. Sehubungan dengan ini, janganlah diasumsikan secara sempit, bahwa
hanya ada satu cara terbaik yang bisa diaplikasikan dalam semua kegiatan
pengembangan perilaku guru. Tidak ada satupun perilaku supervisi akademik yang
baik dan cocok bagi semua guru (Glickman, 1981). Tegasnya, tingkat kemampuan,
kebutuhan, minat, dan kematangan profesional serta karak- teristik personal
guru lainnya harus dijadikan dasar pertimbangan dalam mengembangkan dan
mengimplementasikan program supervisi akade- mik (Sergiovanni, 1987 dan Daresh,
1989).
2.
Perilaku
supervisor dalam membantu guru mengembangkan kemam- puannya harus didesain
secara ofisial, sehingga jelas waktu mulai dan berakhirnya program pengembangan
tersebut. Desain tersebut terwujud dalam bentuk program supervisi akademik yang
mengarah pada tujuan tertentu. Oleh karena supervisi akademik merupakan
tanggung jawab bersama antara supervisor dan guru, maka alangkah baik jika
program- nya didesain bersama oleh supervisor dan guru.
3.
Tujuan
akhir supervisi akademik adalah agar guru semakin mampu memfasilitasi belajar
bagi murid-muridnya. Secara rinci, tujuan supervisi akademik akan diuraikan
lebih lanjut berikut ini.
Tujuan supervisi akademik adalah
membantu guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran yang
dicanangkan bagi murid-muridnya (Glickman, 1981). Melalui supervisi akademik
diharapkan kualitas akademik yang dilakukan oleh guru semakin meningkat
(Neagley, 1980). Pengembangan kemampuan dalam konteks ini janganlah ditafsirkan
secara sempit, semata-mata ditekankan pada peningkatan pengetahuan dan
keterampilan mengajar guru, melainkan juga pada peningkatan komitmen (commitmen) atau kemauan (willingness) atau motivasi (motivation) guru, sebab dengan
meningkatkan kemampuan dan motivasi kerja guru, kualitas pembelajaran akan
meningkat. Sedangkang menurut Sergiovanni (1987) ada tiga tujuan supervisi
akademik sebagaimana dapat dilihat pada gambar 2.1.
TIGA TUJUAN SUPERVISI
|
Pengem-bangan Profesio-nalisme
|
Pengawas-an kualitas
|
Penum-buhan Motivasi
|
Gambar 2.1. Tiga Tujuan
Supervisi
1.
Supervisi
akademik diselenggarakan dengan maksud membantu guru mengembangkan kemampuannya
profesionalnnya dalam memahami aka demik, kehidupan kelas, mengembangkan
keterampilan mengajarnya dan menggunakan kemampuannya melalui teknik-teknik
tertentu.
2.
Supervisi
akademik diselenggarakan dengan maksud untuk memonitor kegiatan belajar
mengajar di sekolah. Kegiatan memonitor ini bisa dila-kukan melalui kunjungan
kepala sekolah ke kelas-kelas di saat guru sedang mengajar, percakapan pribadi
dengan guru, teman sejawatnya, maupun dengan sebagian murid-muridnya.
3.
Supervisi
akademik diselenggarakan untuk mendorong guru menerapkan kemampuannya dalam
melaksanakan tugas-tugas mengajarnya, mendo- rong guru mengembangkan
kemampuannya sendiri, serta mendorong guru agar ia memiliki perhatian yang sungguh-sungguh
(commitment) terhadap tugas dan
tanggung jawabnya.
Menurut Alfonso, Firth, dan Neville (1981) Supervisi akademik yang baik
adalah supervisi akademik yang mampu berfungsi mencapai multitujuan tersebut di
atas. Tidak ada keberhasilan bagi supervisi akademik jika hanya memerhatikan
salah satu tujuan tertentu dengan mengesampingkan tujuan lainnya. Hanya dengan
merefleksi ketiga tujuan inilah supervisi akademik akan berfungsi mengubah
perilaku mengajar guru. Pada gilirannya nanti perubahan perilaku guru ke arah
yang lebih berkualitas akan menimbulkan perilaku belajar murid yang lebih baik.
Alfonso, Firth, dan Neville (1981) menggambarkan sistem pengaruh perilaku
supervisi akademik sebagaimana gambar 2.2.
Perilaku
Supervisi Akademik
|
Perilaku Akademik
|
Perilaku Belajar
Siswa
|
Sumber:
Alfonso, RJ., Firth, G.R., &
Neville, R.F.1981. Instructional Super- vision,
A Behavior System, Boston: Allyn and Bacon, Inc., p. 45.
Gambar 2.2 Sistem
Fungsi Supervisi Akademik
Gambar 2.2 tersebut di bawah ini memperjelas kita dalam memahami sistem
pengaruh perilaku supervisi akademik. Perilaku supervisi akademik secara
langsung berhubungan dan berpengaruh terhadap perilaku guru. Ini berarti,
melalui supervisi akademik, supervisor mempengaruhi perilaku mengajar guru
sehingga perilakunya semakin baik dalam mengelola proses belajar mengajar.
Selanjutnya perilaku mengajar guru yang baik itu akan mempengaruhi perilaku
belajar murid. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa tujuan akhir supervisi
akademik adalah terbinanya perilaku belajar murid yang lebih baik.
Konsep
dan tujuan supervisi akademik, sebagaimana dikemukakan oleh para pakar
supervisi akademik di muka, memang tampak idealis bagi para praktisi supervisi
akademik (kepala sekolah). Namun, memang demikianlah seharusnya kenyataan
normatif konsep dasarnya. Para kepala sekolah
baik suka maupun tidak suka harus siap menghadapi problema dan kendala
dalam melaksanakan supervisi akademik. Adanya problema dan kendala tersebut
sedikit banyak bisa diatasi apabila dalam pelaksanaan supervisi akademik kepala
sekolah menerapkan prinsip-prinsip supervisi akademik.
Akhir-akhir
ini, beberapa literatur telah banyak mengungkapkan teori supervisi akademik
sebagai landasan bagi setiap perilaku supervisi akademik. Beberapa istilah,
seperti demokrasi (democratic), kerja
kelompok (team effort), dan proses
kelompok (group process) telah banyak
dibahas dan dihubungkan dengan konsep supervisi akademik. Pembahasannya
semata-mata untuk menunjukkan kepada kita bahwa perilaku supervisi akademik itu
harus menjauhkan diri dari sifat otoriter, di mana supervisor sebagai atasan
dan guru sebagai bawahan. Begitu pula dalam latar sistem persekolahan,
keseluruhan anggota (guru) harus aktif berpartisipasi, bahkan sebaiknya sebagai
prakarsa, dalam proses supervisi akademik, sedangkan supervisor merupakan
bagian darinya.
Semua
ini merupakan prinsip-prinsip supervisi akademik modern yang harus
direalisasikan pada setiap proses supervisi akademik di sekolah-sekolah. Selain
tersebut di atas, berikut ini ada beberapa prinsip lain yang harus diperhatikan
dan direalisasikan oleh supervisor dalam melaksanakan supervisi akademik, yaitu
sebagai berikut.
1. Supervisi akademik harus mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang
harmonis. Hubungan kemanusiaan yang harus diciptakan harus bersifat terbuka,
kesetiakawanan, dan informal. Hubungan demikian ini bukan saja antara
supervisor dengan guru, melainkan juga antara super- visor dengan pihak lain
yang terkait dengan program supervisi akademik. Oleh sebab itu, dalam
pelaksanaannya supervisor harus memiliki sifat-sifat, seperti sikap membantu,
memahami, terbuka, jujur, ajeg, sabar, antusias, dan penuh humor (Dodd, 1972).
2. Supervisi akademik harus dilakukan secara berkesinambungan. Supervisi
akademik bukan tugas bersifat sambilan yang hanya dilakukan sewaktu-waktu jika
ada kesempatan. Perlu dipahami bahwa supervisi akademik merupakan salah satu essential function dalam keseluruhan
program sekolah (Alfonso dkk., 1981 dan Weingartner, 1973). Apabila guru telah
berhasil mengembangkan dirinya tidaklah berarti selesailah tugas supervisor,
melainkan harus tetap dibina secara berkesinambungan. Hal ini logis, mengingat
problema proses pembelajaran selalu muncul dan berkembang.
3. Supervisi akademik harus demokratis. Supervisor tidak boleh mendominasi
pelaksanaan supervisi akademiknya. Titik tekan supervisi akademik yang
demokratis adalah aktif dan kooperatif. Supervisor harus melibatkan secara
aktif guru yang dibinanya. Tanggung jawab perbaikan program akademik bukan
hanya pada supervisor melainkan juga pada guru. Oleh sebab itu, program
supervisi akademik sebaiknya direncana- kan, dikembangkan dan dilaksanakan
bersama secara kooperatif dengan guru, kepala sekolah, dan pihak lain yang
terkait di bawah koordinasi supervisor.
4. Program supervisi akademik harus integral dengan program pendidikan. Di
dalam setiap organisasi pendidikan terdapat bermacam-macam sistem perilaku
dengan tujuan sama, yaitu tujuan pendidikan. Sistem perilaku tersebut antara
lain berupa sistem perilaku administratif, sistem perilaku akademik, sistem perilaku
kesiswaan, sistem perilaku pengembangan konseling, sistem perilaku supervisi
akademik (Alfonso, dkk., 1981). Antara satu sistem dengan sistem lainnya harus
dilaksanakan secara integral. Dengan demikian, maka program supervisi akademik
integral dengan program pendidikan secara keseluruhan. Dalam upaya perwujudan
prinsip ini diperlukan hubungan yang baik dan harmonis antara supervisor dengan
semua pihak pelaksana program pendidikan (Dodd, 1972).
5. Supervisi akademik harus komprehensif. Program supervisi akademik harus
mencakup keseluruhan aspek pengembangan akademik, walaupun mungkin saja ada
penekanan pada aspek-aspek tertentu berdasarkan hasil analisis kebutuhan
pengembangan akademik sebelumnya. Prinsip ini tiada lain hanyalah untuk
memenuhi tuntutan multi tujuan supervisi akademik, berupa pengawasan kualitas,
pengembangan profesional, dan memotivasi guru, sebagaimana telah dijelaskan di
muka.
6. Supervisi akademik harus konstruktif. Supervisi akademik bukanlah
sekali-kali untuk mencari kesalahan-kesalahan guru. Memang dalam proses
pelaksanaan supervisi akademik itu terdapat kegiatan penilaian unjuk kerjan
guru, tetapi tujuannya bukan untuk mencari kesalahan-kesalahannya. Supervisi
akademik akan mengembangkan pertumbuhan dan kreativitas guru dalam memahami dan
memecahkan problem-problem akademik yang dihadapi.
7. Supervisi akademik harus obyektif. Dalam menyusun, melaksanakan, dan
mengevaluasi, keberhasilan program supervisi akademik harus obyektif.
Objectivitas dalam penyusunan program berarti bahwa program supervisi akademik
itu harus disusun berdasarkan kebutuhan nyata pengembangan profesional guru.
Begitu pula dalam mengevaluasi keberhasilan program supervisi akademik. Di
sinilah letak pentingnya instrumen pengukuran yang memiliki validitas dan
reliabilitas yang tinggi untuk mengukur seberapa kemampuan guru dalam mengelola
proses pembelajaran.
Para pakar pendidikan telah banyak
menegaskan bahwa seseorang akan bekerja secara profesional apabila ia memiliki
kompetensi yang memadai. Seseorang tidak
akan bisa bekerja secara profesional apabila ia hanya memenuhi salah satu
kompetensi di antara sekian kompetensi yang dipersyaratkan. Kompetensi tersebut
merupakan perpaduan antara kemam- puan dan motivasi. Betapapun tingginya
kemampuan seseorang, ia tidak akan bekerja secara profesional apabila ia tidak
memiliki motivasi kerja yang tinggi dalam mengerjakan tugas-tugasnya.
Sebaliknya, betapapun tingginya motivasi kerja seseorang, ia tidak akan bekerja
secara profesional apabila ia tidak memiliki kemampuan yang tinggi dalam
mengerjakan tugas-tugasnya. Selaras dengan penjelasan ini adalah satu teori
yang dikemukakan oleh Glickman (1981). Menurutnya ada empat prototipe guru
dalam mengelola proses pembelajaran. Proto tipe guru yang terbaik, menurut
teori ini, adalah guru prototipe profesional. Seorang guru bisa
diklasifikasikan ke dalam prototipe profesional apabila ia memiliki kemampuan
tinggi (high level of abstract) dan
motivasi kerja tinggi (high level of
commitment).
Penjelasan di atas memberikan implikasi
khusus kepada apa seharus- nya program supervisi akademik. Supervisi akademik
yang baik harus mampu membuat guru semakin kompeten, yaitu guru semakin
menguasai kompetensi, baik kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompe-
tensi profesional, dan kompetensi sosial. Oleh karena itu supervisi akademik
harus menyentuh pada pengembangan seluruh kompetensi guru. Sehubungan dengan
pengembangan kedua dimensi ini, menurut Neagley (1980) terdapat dua aspek yang
harus menjadi perhatian supervisi akademik baik dalam perencanaannya,
pelaksanaannya, maupun penilaiannya.
Pertama, apa yang disebutkan dengan substantive aspects of professional
development (yang selanjutnya akan disebut dengan aspek substantif). Aspek
ini menunjuk pada kompetensi guru yang harus dikembangkan melalui supervisi
akademik. Aspek ini menunjuk pada kompetensi yang harus dikuasai guru.
Penguasaannya merupakan sokongan terhadap keberhasilannya mengelola proses
pembelajaran.
Ada empat kompetensi guru yang harus
dikembangkan melalui supervisi akademik, yaitu yaitu kompetensi-kompetensi
kepribadian, pedago- gik, professional, dan sosial. Aspek substansi pertama dan
kedua merepresentasikan nilai, keyakinan, dan teori yang dipegang oleh guru
tentang hakikat pengetahuan, bagaimana murid-murid belajar, penciptaan hubungan
guru dan murid, dan faktor lainnya. Aspek ketiga berkaitan dengan seberapa luas
pengetahuan guru tentang materi atau bahan pelajaran pada bidang studi yang
diajarkannya.
Kedua,
apa yang disebut dengan professional
development competency areas (yang selanjutnya akan disebut dengan aspek
kompetensi). Aspek ini menunjuk pada luasnya setiap aspek substansi. Guru tidak
berbeda dengan kasus profesional lainnya. Ia harus mengetahui bagaimana
mengerjakan (know how to do)
tugas-tugasnya. Ia harus memiliki pengetahuan tentang bagaimana merumuskan
tujuan akademik, murid-muridnya, materi pelajaran, dan teknik akademik. Tetapi,
mengetahui dan memahami keempat aspek substansi ini belumlah cukup. Seorang
guru harus mampu menerapkan pengetahuan dan pemahamannya. Dengan kata lain, ia
harus bisa mengerjakan (can do).
Selanjutnya, seorang guru harus mau mengerjakan (will do) tugas-tugas berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.
Percumalah pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh seorang guru,
apabila ia tidak mau mengerjakan tugas-tugasnya dengan sebaik-baiknya. Akhirnya
seorang guru harus mau mengembangkan (will
grow) kemampuan dirinya sendiri.
Sedangkan bilamana merujuk kepada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, ada empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru dan harus dijadikan perhatian pengawas dalam melakukan supervisi akademik, yaitu kompetensi-kompetensi kepribadian, pedagogik, professional, dan sosial. Supervisi akademik yang baik adalah supervisi yang mampu menghantarkan guru-guru menjadi semakin kompeten.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar